Dalam tiga tahun terakhir, pengemis dan pengamen di sejumlah lampu merah
(traffic light) di Kota Makassar tumbuh subur. Keberadaan pengemis dan
pengamen jalanan ini kerap membuat pengguna jalan resah lantaran ada
beberapa pengamen dan pengemis terkesan memaksa saat meminta kepada
pengguna jalan.
Namun, Pemkot Makassar seakan tutup mata atas realitas sosial ini.
Padahal, DPRD Kota Makassar telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan (anjal), Gelandangan, Pengemis
dan Pengamen. Pemkot malah dituding tidak bertaji menegakkan perda ini.
Lantas bagaimana tanggapan Pemkot atas realitas dan beragam pendapat soal keberadaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Untuk mengetahui langkah-langkah apa yang telah dilakukan Pemkot, wartawan BKM melakukan wawancara dengan Kepala Dinas Sosial Dr Burhanuddin, Jumat (4/1). Berikut petikannya.
Lantas bagaimana tanggapan Pemkot atas realitas dan beragam pendapat soal keberadaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen. Untuk mengetahui langkah-langkah apa yang telah dilakukan Pemkot, wartawan BKM melakukan wawancara dengan Kepala Dinas Sosial Dr Burhanuddin, Jumat (4/1). Berikut petikannya.
BKM: Sejauh mana upaya Dinas Sosial menekan jumlah anak jalanan (anjal), gelandangan, pengemis dan pengamen di Makassar?
Burhanuddin: Kami telah melakukan beberapa upaya. Selain melakukan razia, kami juga telah mendirikan 10 titik posko penanganan anjal di Makassar. Bahkan, kami terus melakukan sosialisasi baik melalui media cetak maupun elektronik agar para pengguna kendaraan yang melintas tidak memberikan uang kepada mereka. Kami minta kepada pengguna jalan untuk berhenti memberikan uang kepada anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kalau ingin menyumbang, kami sarankan untuk menyumbang melalui lembaga resmi yang ditunjuk. Dengan begitu, kami yakin jumlah anjal dan pengamen di Makassar bisa berkurang.
BKM: Kenapa Dinsos harus mendirikan posko?
Burhanuddin: Posko ini bertujuan bukan untuk penertiban melainkan untuk membina anjal dan pengamen terkait dampak dari aktifitas mereka di jalan. Kami ingin mereka tidak mendapat musibah seperti kecelakaan serta mengganggu aktifitas lalulintas.
BKM: Dimana saja posko pembinaan akan dibangun?
Burhanuddin: Ada 100 lebih titik potensi aktifitas anjal dan pengamen di Makassar, namun untuk langkah awal kami baru mendirikan 10 posko. 10 posko ini masih kami survei dimana saja yang paling banyak menimbulkan dampak dari aktifitas mereka.
BKM: Siapa saja yang akan menempati posko pembinaan tersebut?
Burhanuddin: Posko itu akan ditempati tim terpadu yang berasal dari Dinsos sendiri, Satuan Polisi Pamong Praja (Pol-PP) serta sejumlah LSM anak. Mereka akan memberikan pembinaan berupa pemahaman terhadap dampak ketika para anjal beraktifitas di jalan dan mencari solusi atas persoalan mereka.
BKM: Apa hanya sebatas pembinaan saja?
Burhanuddin: Kami juga akan melakukan penindakan melalui tim penindakan yang terdiri dari Satpol- PP dan Tripika setiap kecamatan. Penindakan akan kami lakukan jika pendekatan persuasif yang kami lakukan tidak membuahkan hasil.
BKM: Berdasarkan data yang ada di Dinas Sosial, sebenarnya berapa jumlah anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen di Makassar?
Burhanuddin: Soal jumlah anjal di Makassar bersifat fluktuatif, tapi dari data terakhir tahun 2012 kami mencatat ada 418 anak jalanan yang beraktifitas di beberapa ruas jalan utama. Tapi angka ini selalu berubah-ubah disebabkan adanya "pendatang baru" yang kebanyakan datang dari daerah lain di luar Makassar.
BKM: Lalu bagaimana soal anggaran penanganan anjal, apa sudah maksimal?
Burhanuddin: Kita tidak bisa menyebutkan jika anggaran yang dialokasikan setiap tahun untuk penanganan anjal masih kurang atau lebih. Tidak bisa kita mengatakan besar atau kurangnya anggaran yang dialokasikan untuk anjal. Namun, menurut saya yang terpenting adalah bagaimana anggaran yang ada bisa dioptimalkan dengan baik. Tahun 2013 ini anggaran penanganan anjal yang kami kelola sebanyak Rp 225 juta. Dana ini untuk membiayai kebutuhan operasional tim terpadu yang kami bentuk, sosialisasi sekaligus pengadaan sarana posko seperti tenda dan kursi.
BKM: Sekarang, kebanyakan para pengamen di lampu merah bukan hanya dari kalangan bawah, tetapi kebanyakan mahasiswa. Bagaimana Dinas Sosial mengatasi hal ini?
Burhanuddin: Kehadiran para pengamen dari kalangan pelajar dan mahasiswa sebenarnya bukan untuk mendapatkan uang, tetapi hanya ingin mengeskpresikan apa yang mereka miliki. Namun apapun itu, aktifitas mengamen atau meminta sumbangan di jalan bukanlah langkah yang baik. Pasalnya akibat aktifitas mereka, bisa berdampak pada keselamatan mereka serta kenyamanan bagi pengguna jalan yang lain. (syafril)
Burhanuddin: Kami telah melakukan beberapa upaya. Selain melakukan razia, kami juga telah mendirikan 10 titik posko penanganan anjal di Makassar. Bahkan, kami terus melakukan sosialisasi baik melalui media cetak maupun elektronik agar para pengguna kendaraan yang melintas tidak memberikan uang kepada mereka. Kami minta kepada pengguna jalan untuk berhenti memberikan uang kepada anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen. Kalau ingin menyumbang, kami sarankan untuk menyumbang melalui lembaga resmi yang ditunjuk. Dengan begitu, kami yakin jumlah anjal dan pengamen di Makassar bisa berkurang.
BKM: Kenapa Dinsos harus mendirikan posko?
Burhanuddin: Posko ini bertujuan bukan untuk penertiban melainkan untuk membina anjal dan pengamen terkait dampak dari aktifitas mereka di jalan. Kami ingin mereka tidak mendapat musibah seperti kecelakaan serta mengganggu aktifitas lalulintas.
BKM: Dimana saja posko pembinaan akan dibangun?
Burhanuddin: Ada 100 lebih titik potensi aktifitas anjal dan pengamen di Makassar, namun untuk langkah awal kami baru mendirikan 10 posko. 10 posko ini masih kami survei dimana saja yang paling banyak menimbulkan dampak dari aktifitas mereka.
BKM: Siapa saja yang akan menempati posko pembinaan tersebut?
Burhanuddin: Posko itu akan ditempati tim terpadu yang berasal dari Dinsos sendiri, Satuan Polisi Pamong Praja (Pol-PP) serta sejumlah LSM anak. Mereka akan memberikan pembinaan berupa pemahaman terhadap dampak ketika para anjal beraktifitas di jalan dan mencari solusi atas persoalan mereka.
BKM: Apa hanya sebatas pembinaan saja?
Burhanuddin: Kami juga akan melakukan penindakan melalui tim penindakan yang terdiri dari Satpol- PP dan Tripika setiap kecamatan. Penindakan akan kami lakukan jika pendekatan persuasif yang kami lakukan tidak membuahkan hasil.
BKM: Berdasarkan data yang ada di Dinas Sosial, sebenarnya berapa jumlah anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen di Makassar?
Burhanuddin: Soal jumlah anjal di Makassar bersifat fluktuatif, tapi dari data terakhir tahun 2012 kami mencatat ada 418 anak jalanan yang beraktifitas di beberapa ruas jalan utama. Tapi angka ini selalu berubah-ubah disebabkan adanya "pendatang baru" yang kebanyakan datang dari daerah lain di luar Makassar.
BKM: Lalu bagaimana soal anggaran penanganan anjal, apa sudah maksimal?
Burhanuddin: Kita tidak bisa menyebutkan jika anggaran yang dialokasikan setiap tahun untuk penanganan anjal masih kurang atau lebih. Tidak bisa kita mengatakan besar atau kurangnya anggaran yang dialokasikan untuk anjal. Namun, menurut saya yang terpenting adalah bagaimana anggaran yang ada bisa dioptimalkan dengan baik. Tahun 2013 ini anggaran penanganan anjal yang kami kelola sebanyak Rp 225 juta. Dana ini untuk membiayai kebutuhan operasional tim terpadu yang kami bentuk, sosialisasi sekaligus pengadaan sarana posko seperti tenda dan kursi.
BKM: Sekarang, kebanyakan para pengamen di lampu merah bukan hanya dari kalangan bawah, tetapi kebanyakan mahasiswa. Bagaimana Dinas Sosial mengatasi hal ini?
Burhanuddin: Kehadiran para pengamen dari kalangan pelajar dan mahasiswa sebenarnya bukan untuk mendapatkan uang, tetapi hanya ingin mengeskpresikan apa yang mereka miliki. Namun apapun itu, aktifitas mengamen atau meminta sumbangan di jalan bukanlah langkah yang baik. Pasalnya akibat aktifitas mereka, bisa berdampak pada keselamatan mereka serta kenyamanan bagi pengguna jalan yang lain. (syafril)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar